Minggu, 16 September 2012

MASYARAKAT PADAKNG PERSPEKTIF IMAN KATOLIK DAN BUDAYA DAYAK.


MASYARAKAT PADAKNG PERSPEKTIF IMAN KATOLIK DAN BUDAYA DAYAK.

Masyarakat dayak terutama dayak Kanayatn khususnya dayak padakng  merupakan bagian masyarakat yang cukup besar di Kabupaten Landak , Kalimantan Barat. Yang notabene adalah masyarakat yang hidup di pedalaman. Masyarakat ini  masih memegang teguh adat istiadat dalam dinamika budaya di semua aspek kehidupannya. Adat dijalankan sejak manusia di dalam kandungan, lahir, besar, menikah, dan sampai meninggal dunia. 

Subsuku Dayak Padakng adalah subsuku Dayak yang bermukim di wilayah adat atau Binua Padakng. Jaraknya kira-kira 1,5 jam jalan kaki dari Kampung Pare’. Bahasa yang dituturkan oleh suku Dayak Padakng-Kanayatn adalah bahasa Bakambai. Bahasa Padakng-Kanayatn atau disebut juga bahasa Bakambai ini dituturkan oleh orang-orang Padakng yang menyebar sampai ke Kampung Tahu’ di Kecamatan Meranti'. 

Suku inilah yang disebut dengan istilah Kanayatn yang berbahasa Kanayatn. Di Kecamatan Air Besar, orang Dayak Padakng-Kanayatn menyebar di Kampung Padakng Tanyukng, Padakng Paluntatn, Padakng Sabente’, dan Padakng Bengawan. 

Di Kecamatan Meranti mereka menyebar di Kampung Tahu’, Janta’atn (Jentaan Tanyukng,Jentaan Tembedak, dan Jentaan Tembawang ), Sage, Sekiok, Senguakng, Sejagan, Senanggen, Senggang, Sedagok, dan Teredak.

Jumlah penutur bahasa Bakambai (bahasa Padakng-Kanayatn ) yang tinggal di Kecamatan Air Besar dari data sensus Desa Parek bulan agustus 2012 berjumlah 4.38 KK. ( sumber : Mardi Akong Kepala Desa Parek, agustus 2012. ). Dan, jumlah penutur  bahasa Bakambai yang tinggal di Kecamatan Meranti menurut data bulan September 1998 berjumlah 1,073 orang. 

Jarak antara Kampung Padakng Bengawan dengan Tahu sejauh tiga jam jalan kaki. Kalau satu jam jalan kaki menempuh jarak 5 kilometer maka jaraknya kira-kira 15 kilometer. Tranportasi Dayak Padakng (Binua Padakng) menuju ibu kota ngabang (Landak) ditempuh dengan menggunakan motor, dari Dusun Padang Bengawan – Jentaan – Sage –  Ompeng –  Merandi – Darit, dari Darit baru sampai ke kota Ngabang ( Landak) – Pontianak. 

Asal-usul suku Dayak Padakng-Kanayatn berasal dari Kabupaten Bengkayang. Tepatnya di kampung-kampung yang terletak di sekitar Gunung Bawakng (Bukit Bawakng) seperti Kampung Kenande, Papan Pembai, Papan Uduk, Sijaruk Param, dan sekitarnya. Selain itu, ada juga yang berasal dari Binua Banokng Satona, seperti misalnya Kampung Samade dan sekitarnya.

Penyebaran bahasa Bakambai ke Kabupaten Pontianak tidak diketahui secara persis. Yang perlu dicatat adalah bahwa jarak antara Bukit Bawakng dan Binua Padakng tidak begitu jauh. Oleh karena itu, dapat juga kita katakan bahwa perpindahan terjadi karena mereka mencari tanah yang baru atau mungkin karena peristiwa perang antarsuku pada zaman dulu.  (Alloy, Sujarni, dkk.,MOZAIK DAYAK: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat, Institut Dayakologi, Pontianak, 2008.).

Dayak padakng ini menuturkan bahasa hampir mirip bahasa dayak bakati. Perbedaan dengan bahasa ahe lumayan jauh meski masih satu rumpun Dayak Kanayatn, perbedaan mungkin karena letak geografis. Walaupun begitu adat-istiadat termasuk beberapa istilah adat dengan dayak kanayatn umumnya mempunyai kesamaan yang tak jauh berbeda.

Dalam aspek kehidupan, masyarakat dayak  padakng tidak bisa melepaskan atribut budayanya yang identik khasnya dayak umumnya. Dapat kita lihat mulai dari bertanam padi, membangun rumah, gawai, bahkan sampai hal yang mungkin dianggap biasa bagi kita seperti pada waktu menebang pohon, menggali tanah,mandikan anak pertama disungai, tindik telinga, sunat adat, gawai padi, gawai pangaten dan lain-lain.

Banyak tantangan dalam era globalisasi ini menuntut  masyarakat dayak lebih selektip dan bertanggungjawab menjaga hubungan harmonisasi antara manusia dengan sesama manusia, dengan alam, dan dengan sang pencipta atau Nyabata (Jubata).

Masyarakat Dayak Padakng mayoritas masyarakatnya beragama Katolik dan Protestan khususnya masyarakat Dayak Padakng Dusun Padang Bengawan. Masyarakat Dusun Padang Bengawan  memiliki dua gereja, yaitu Gereja Katolik dan Gereja Protestan. Pelayanan iman masyarakat Dusun Padang Bengawan dari Gereja Katolik dilayani oleh Pastor Aton begitu sapaan akrabnya dari Paroki Yohanes Maria Vianney Serimbu, Air Besar Kab. Landak. 

Masyarakat Dayak Padakng sebagian besar bertani (berladang) dan berkebun karet. Karet adalah komoditas utama yang menjadi andalan utama masyarakat dayak khususnya masyarakat Padakng. Dengan karetlah martabat pendidikan dan kesehatan orang dayak bisa terangkat dengan baik. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak sarjana-sarjana yang pembiayaan kuliahnya dihasilkan dari tanaman karet. Karet juga menyelematkan kehidupan masyarakat pada umumnya, karena karet tidak akan busuk jika disimpan, bisa dijual kapanpun tanpa permainan harga seperti produk sawit dan tanaman lainnya.

Budaya masyarakat Padakng sebelum membuka lahan tempat berladang di mulai lebih dahulu  melaksanakan upacara ritual adat mulai dari membuka lahan, menebas, menebang sampai pada menugal menanam bibit padi. Sebelum bibit padi di tanam terlebih dahulu di berkati oleh pastor bertujuan untuk mohon restu dari Tuhan agar dapat memberi hasil yang melimpah, Misa pemberkati bibit ini biasa di laksanaan Pastor bersamaan pada Hari Raya Natal, bibit padi yang sudah diberkati disimpan dalam Dio’ (Dango). Budaya dalam proses menanam padi di ladang di laksanakan upacara ritual adat bertujuan mohon restu dari Nyabata untuk mewujudkan keharmonisan antar sesama manusia dan lingkungn alam sekitarnya, dalam ikatan kekeluargaan. Kebudayaan ini mendarah daging pada masyarakat Padakng dilestarikan turun-temurun.

Masyarakat Dayak Padakng tidak menutup diri terhadap budaya luar yang sifatnya mendidik dan memperkaya kebudayaan itu sendiri. Masyarakat dayak di Kalimantan Barat umumnya khusus  masyarakat Dayak Padakng di Dusun Padang Bengawan sangat terbuka dan menerima harmonisasi budaya menurut perspektif iman Katolik dan budaya dayak yang menjadi masa depan masyarakat Padakng.

Dalam kehidupan masyarakat Padakng hukum adat dan adat istidat  sangatlah di jujung tinggi di jadikan pedoman dan padangan hidup bermasyarakat, keberadaan hukum adat dan adat istiadat dapat memaknai perbedaan yang ada dalam bingkai NKRI. 

Mengkaji lebih jauh tentang dinamika iman Katolik dan  budaya dayak ini, pelayanan iman umat oleh Gereja akan lebih bermakna bila dapat di kolaborasikan dengan budaya adat masyarakat setempat antara budaya dengan agama tanpa mengurangi atau menambah makna iman umat, khususnya pelayanan iman umat di daerah-daerah pedalaman Kalimantan Barat.

Oleh : Ambrosius Jusmin.
Tokoh Pemberdayaan Masyarakat Adat Binua Padakng dan Aktivis CU. Keling Kumang. 

0 komentar:

Posting Komentar