Adat Badarah Merah bagi
Penghilang Nyawa
Sekelompok
anak-anak usia belasan tahun itu bermain perang-perangan seusai lepas sekolah.
"Kami berlatih perang." Kata Bujakng Pantibuh (12) dan buuk... Utoh
(11) tiba-tiba terkapar di tanah. Mendadak suasana 'perang' yang sudah ribut
bertambah gaduh. Lantas senyap tatkala menyaksikan Utoh tergolek tak berdaya.
Anak-anak gugup dan berteriak-teriak. Utoh... Toh... toh... bangun.
Menyaksikan
itu, anak-anak lain mendatangi rumah sang orang tua Utoh. Serta merta orang
tuanya yang sedang santap siang membopong Utoh dan melarikannya ke Puskesmas
terdekat. Namun, malang tak dapat ditolak, Utoh sudah tak bernyawa lagi.
Ternyata, Utoh terkena bagian ulu pedang yang tepat mengenai bagian kepala
belakangnya. Tak mengeluarkan darah tetapi bagian kepala itu kemudian berubah
warna menjadi biru kehitam-hitaman, lebam. Tidak jelas siapa pelakunya. Tak
seorang anak pun mengakuinya.
Bagi warga
Dayak Kanayatn situasi seperti ini dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai
antu aluatn. Ini sebabnya di kampung-kampung para orangtua selalu menegur dan
melarang apabila ada putra-putrinya yang bermain-main dengan senjata tajam.
"Tak boleh membawa senjata tajam untuk bermain, nanti antu aluatn,"
Begitulah pesan orangtua kepada sang anak tatkala mendapatkan anak membawa senjata
tajam, maupun besi-besi tajam meskipun hanya sekedar untuk bermain. Larangan
itu bermakna antisipasi terhadap dampak yang mengikuti membawa senjata tajam
tersebut. Arti lainnya, ungkapan kekhawatiran terhadap resiko barang-barang
tajam terhadap keselamatan sang anak sendiri.
Dalam
konteks di atas terkena kasus menghilangkan nyawa/membunuh namun tidak
disengaja. Ini sudah tergolong adat badarah calah (adat berdarah merah-Red.).
Menurut Sudarman, Pasirah Adat Katimanggongan Pontianak, adat badarah calah
adalah jenis pelanggaran yang dapat berakibat langsung/tidak langsung kepada
nyawa seseorang termasuk menghilangkan nyawa, baik yang mengeluarkan darah
maupun tidak dan akibat penganiayaan dan lain-lain.
Pihak yang
menyebabkan nyawa hilang itu akan dikenakan denda adat yakni raga nyawa atau
pati nyawa. Sebenarnya adat raga nyawa adalah denda adat atas perbuatan
seseorang yang mengakibatkan orang lain meninggal karena tusukan benda tajam
atau api/dipukul akibat perkelahian dan lain-lain.
Adat badarah
calah membagi jenis penghilangan nyawa dalam 3 kategori. Pertama, menghilangkan
nyawa secara tak sengaja. Kedua, menghilangkan nyawa orang lain yang diikuti
atau didahului oleh suatu perbuatan kejahatan dengan maksud untuk mempersiapkan
atau mempermudah pelaksanaannya atau memastikan penguasaan barang yang
diperoleh dengan kekerasan. Ketiga, menghilangkan nyawa orang lain yang diikuti
dengan rencana terlebih dahulu.
Secara umum
untuk kasus yang berkaitan dengan menghilangkan nyawa orang lain dikenai sanksi
adat 24 tahil 10 amas, babi 6 real, bakapala jampa, batutup pahar,
bakatarajunan manyanyi, baruba siam. Ditambah adat pamabakng. Siam balis/
panyimah tanah. Babi lima suku. Kemudian ada pamihara mati (ongkos penguburan
bagi keluarga yang ditinggalkan). Rincian batangan tubuh, basuayak, siam waris,
siam pahar timanggong, siam manyanyi pasirah, kelengkapan sakral paraga adat
sebagai Uba'atn datnya.
Sedangkan
apabila disengaja maka dikenai sangsi adat Pamabakng ditambah uba'atn 9 tahil
tangah babi 4 real karena dilakukan dengan kekerasan. Sedangkan apabila
menghilangkan nyawa orang lain yang diikuti dengan rencana terlebih dahulu
dikenai sangsi adat Pamabakng ditambah Ubaatn 9 Tahil Tangah Jalu 4 real karena
direncanakan.
Memang,
dalam konteks ini nyawa hilang pada saat anak-anak bermain. Berarti tidak
disengaja. Pihak yang dihukum adalah kolektif, seluruh anak. Di masyarakat
Dayak kejadian serupa sering terjadi. Menurut Sufi'i, belum lama berselang di
Saleh Kec. Aur Sampuk ada kejadian abang kandung, Ardi (12) mencederai adik
kandung sendiri, Tia (6) dengan pistol. Semula, dianggap tidak berpeluru
ternyata ujung besi itu memuntahkan peluru tepat mengenai kaki sang adik.
Dalam
kasus seperti ini semestinya Ardi terkena hukum adat balah nyawa yakni suatu
perbuatan yang menyebabkan oranglain luka berat akibat pukulan atau tusukan
benda tajam. Timbangan adatnya 12 tahil 10 amas babi 6 real. Hukum Adat itu
dibayarkan abang yang mencederai kepada sang adik, sebagai korban. Sebagai
uba'atn adatnya, adat pamabakng, sarakng darah (siton kumakng), babuis di
tempat kejadian/muang balis. Ongkos pengobatan, siam waris, siam Pahar
Timanggong, Siam manyanyi pasirah dan kelengkapan sakral paraga adatnya.
Tamen, Maria
Goreti. Adat Badarah Merah bagi Penghilang Nyawa. Majalah Kalimantan Review
Edisi Reguler Nomor 100 Tahun XII - Desember 2003
0 komentar:
Posting Komentar