Selasa, 02 April 2013

PULANG PALIH DAN RIYA SINIR



Pulang Palih dan Riya Sinir dalam kekecewaan ini, Dara Hitam masuk campur. Ia mendatangi raja dan menganjur seorang yang bernama Riya Sinir untuk menebangnya. Raja menerima tawaran ini. Riya Sinir diundang. Pesuruh raja telah mendatangi kampung halaman Riya Sinir, mengundangnya sopan. Riya Sinir pun mempunyai sifat rela menolong. Tanpa komentar, ia berangkat menuju ke istana raja Pulang Palih. Ia menghadap raja. Raja menawarkan untuk menebang kayu merbau bakal jong. Riya sinir mengatakan, saya akan coba. Tapi mungkin tak bias, sebab, sedangkan anak buah raja tak sanggup apalagi saya. Ia dianjurkan coba. Iapun pergi melakukan permintaan ini. Sekali dua, , Riya Sinir mengayuhkan kampaknya, tumbanglah kayu merbau yang besar itu. Seluruh rakyat dan rajapun menjadi tercengang. Riya Sinir pamitan pulang ke kampungnya. Raja Pulang Palih tidak menahannya. Rakyat Pulang Palih mulai mengerjakan untuk jong. Beramai-ramai mereka menyelesaikannya. Jong telah selesai rapih, sedia akan diluncurkan. Seluruh rakyat dikerahkan untuk mendorong ke sungai. Segala tenaga dan potensi telah dikerahkan. Bergerakpun tidak. Rakyat dan rajapun bingung pula. Dara Hitam mengusulkan supaya mengundang lagi Riya Sinir untuk menolongnya. Ia dipanggil. Ia datang menghadap raja. Iapun ditawarkan untuk meluncurkan jong yang telah siap berangkat menuju Miaju. Riya Sinir mengajukan syaratnya. Boleh saya menolongnya, tapi harus menyediakan tujuh perempuan hamil tua/hampir melahirkan, anak sulung. Ketujuh orang ini bakal menjadi bantalan alas jong yang akan diluncurkan. Raja menjadi pucat ketakutan dengan syarat yang dahsyat itu.”Itu musti!” kata Riya Sinir. Riya Sinir menambah syarat. Perlu tujuh buah telor ayam, yang pertama ditelurkan oleh ayam yang pertama kali bertelor. Tiga gantang uang logam, campuran perak, tembaga dan uang timah. Kesemuanya ini tidak boleh ditawar. Jika kurang, pasti rencana akan gagal seluruhnya. Terpaksa raja berusaha sekuat tenaga untuk mencari dan memenuhinya, demi suksesnya pernikahannya dengan Dara Hitam.

Semua telah lengkap, ketujuh perempuan mengandung rebah tidur terlentang berjejer di depan jong. Jong akan meluncur melalui ketujuh perut berisi itu. Rakyat memandang ngeri dan sedih. Ada yang tak sanggup memandangnya. Perlahan-lahan Riya Sinir berjalan ke buritan jong. Dengan saktinya ia menepuk sekali buritan, jong meluncur rapih melalui perut-perut satu persatu hingga mengepung ke air. Ketujuh wanita ini, disuruh berdiri. Seluruhnya didapati dalam keadaan sehat, tak terganggu sedikitpun kesehatannya. Malah mereka lebih sehat dari semula. Telor ayam, ketujuh buah disuruhnya dieramkan. Semuanya telah menetas, keluarlah ayam-ayam jago yang pandai berkokok pula.

Jong diperintahkan untuk diisi seluruh perlengkapan perang. Riya Sinirpun ditunjuk Raja memimpin perang, merebut tengkorak Patih Gumantar di bawah kekuasaan raja Miaju.
Sebelum mereka berangkat, raja Pulang Palih telah berjanji-janji akan mengaruniakan sesuatu untuk Riya Sinir, bila kembali berhasil membawa tengkorak Patih Gumantar.
Ajong (jung) penuh perlengkapan, berangkatlah mereka menuju kerajaan Miaju. Ajong dikayuhkan secepat burung Bengkala. (Burung sakti yang kencang terbang). Malam, kira-kira pukul satu, tibalah mereka ke pulau Miaju. Mereka mengintai terlebih dahulu. Kelihatan pondok penyimpanan tajau Tarus berisi tengkorak Patih Gumantar, dijaga ketat rapih. Riya Sinir Mempunyai I.Q. yang cukup tinggi. Dengan hati-hati pada malam itu ia mengangkut segal a uang yang telah dibawanya. Sengaja dihambur-hamburkannya ke tempat penimbaan air. Ada uang yang diikat-ikatnya dan dilempar sangkutkan sengaja ke atas pojok beracun seperti tuba. Uang bertaburan dibuatnya. Ajongnya dikayuh jauh ke hilir. Pagi-pagi orang datang menimba air. Terlihatnya uang bertaburan, bagaikan hujan tercurah dari langit rasanya. Pulanglah mereka memberitahukan kepada seluruh isi rumah panjangnya. Tanpa berpikir sesuatu berduyun-duyunlah mereka datang memungutnya. Belum puas mereka mengumpulkan yang bertaburan di tanah, pokoknya kayu bergantung uangpun segera ditebangnya. Kayu itu dipotonh-potongnya dan telah meracuni ikan yang dalam sungai. Lupalah mereka akan tajo Tarus berisi tengkorak Patih Gumantar. Dengan tenang Riya Sinir mengangkat tempayan berisi tengkorak dan dibawanya ke ajong. Riya Sinir memerintahkan “Ayoh, berkayuhlah, sekuat tenagamu, awas jangan sampai terkejar musuh!” Ajong dikayuhkan bagaikan meluncurkan di atas banjir deras mengikuti arusnya. Tak henti-hentinya mereka berkayuh, tibalah mereka dengan selamat ke istana raja Pulang Palih. Riya Sinir mengangkat tempayan berisi tengkorak Patih Gumantar, disaksikan raja dan Dara Hitam. Dara Hitam menyungguhkan kepala/tengkorak bapaknya. Raja teringat akan janjinya, untuk memberikan hadiah kepada Riya Sinir. Seluruh isterinya dikemaskan, berdandan sehebat mungkin. Riya Sinir menunggu dengan sabar akan undangan raja.

Seluruh isteri raja, enam orang telah siap menunggu. Riya Sinir diundang masuk dan dipersilahkan memilih sesuka hati, salah satu dari isterinya untuk menjadi isterinya. Isteri-isteri raja memang cantik, tapi tak ada satupun yang telah merobah hati Riya Sinir. Riya Sinir selalu mengenangkan Dara Hitam buah hatinya. Dengan ilmu saktinya, dipegangnya sekerat sirih, dilicut-licutkannya. Dilepaskannya menjadi seekor kunang-kunang bercahaya. Riya Sinir berkata:”Kepada siapa kunang-kunangku ini hinggap, ialah yang menjadi isteriku.”Raja kebingungan memikirkannya. “Aduh kalau kunang-kunang terbang menuju ke dapur. Dara Hitam berada dan memang disimpan sengaja di dapur, digosok arang dapur,”(sejak inilah ia diberi nama Dara Hitam).

Sangkaan sang raja, menjadi kenyataan. Kunang-kunang Riya Sinir, terbang menuju ke dapur dimana Dara Hitam disembunyikan. Sementara kunang-kunang ini terbang parlahan-lahan menuju dapur, Riya Sinir mengulang-ulangi perkataannya:”Kepada siapa kunang-kunang ini hinggap, dialah yang jadi isteriku.”Sang raja makin bingung dan gelisah. Kunang-kunang diikuti. Tetap disorot oleh kedua bola mata sang raja. Kunang-kunang masuk ke dapur. Raja hampir pingsan melihatnya. Sangat kecewa ia. Tapi janji harus ditepati. Seorang raja menjaga gengsi, tak mau mungkir janji. Riya Sinir masuk dapur, melihat Dara Hitam berbedakkan arang, segera dirangkulnya manis, bagaikan mendapat sebuah batu ratna manikam yang hilang. Senyum manis tetap melekat pada raut muka Dara Hitam. Sambil berangkulan mesra, menujulah mereka menghadap sang raja yang sedang tunduk kesedihan. Keduanya mengetahui jelas, bahwa mendapatkan tengkorak bapak Dara Hitam, adalah satu hati bahagiayang direncanakan oleh Pulang Palih. Sekarang terbalik menjadi satu perpisahan yang tak akan bertemu lagi. Di depan raja, keduanya memohon diri, pulang ke kampung halamannya Riya Sinir.dengan sedih, kedua alat penglihat sang raja menyemburkan air mata, sambil berpesan: “Riya Sinir, tak akan kutahankan pilihanmu, hanyalah saya mohon kiranya kandungan Dara Hitam, melahirkan seorang lelaki, ia adalah anakku. Bilamana ia melahirkan seorang perempuan, biarlah ia menjadi Dara Hitam.”

Dengan perasaan jujur, Riya Sinir menjawab “Ya!” berangkatlah mereka pulang.
Setiba ke kampung halamannya, merreka disambut meriah oleh bapaknya (Riya Jambi). Dianggapnya suatu kemenangan perang. Mereka segera mengumpulkan seluruh kaum keluarga untuk melaksanakan pesta. Pesta adat di zamannya, hanyalah menghidang berupa daging binatang peliharaan, binatang buruan, kulat, karang, dan buah-buahan hutan.

sumber : Buku Kerajaan-kerjaan di Kalimantan Barat

0 komentar:

Posting Komentar