Solidaritas Umat Beriman
Melawan Kekerasan di Bumi Pertiwi Perspektif Keadilan.
Dunia yang serba modern dan peradaban yang kian
berubah sering kali menimbulkan berbagai hal baik positif maupun hal negatif.
Di negara-negara maju sekali pun bahkan lebih-lebih negara berkembang setiap
menit kita menyaksikan berita tentang perang, terorisme, dan ketidakadilan yang
di rasakan rakyat kecil.
Kekerasan sering terjadi di masyarakat, baik yang
dilakukan oleh pribadi maupun kelompok. Kekerasan-kekerasan tersebut mempunyai
latar belakang yang berbeda-beda, ada yang dilakukan karena motif praktis
tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, ada juga yang dilakukan karena
mempertahankan dan memaksakan ideologi.
Dalam masyarakat masa kini khususnya rakyat kecil,
juga terjadi kekerasan ekonomi, sosial dan budaya terhadap kebijakan pemerintah
yang tidak pro rakyat dan kekerasan investasi perkebunan, demi mempertahankan
tanah adat tempat hidup, bertani, berladang kadang harus mendekam dalam jeruji
besi.
Beberapa kali kekerasan menimpa umat beragama tertentu
dan dilakukan oleh kelompok tertentu. Pelaku kekerasan mempunyai paham bahwa
ideologinya adalah paling benar dan ideologi yang lain salah, dan sayangnya
kelompok penganut ideologi tertentu bergerak secara radikal dengan membenarkan
kekerasan tidak berpihak pada pri keadilan.
Dalam kasus-kasus agaria yang terjadi di negara ini,
keadilan itu jauh dari rakyat kecil tak berduit. Keadilan menjadi slogan belaka
jauh dari yang diharapkan. Kalau kita amati, ada pola komunikasi yang tidak
benar dalam memahami perbedaan. Kita sadari bahwa sebenarnya manusia telah
dianugrahi oleh sang pencipta berupa akal budi dan kemampuan berkomunikasi.
Ironisnya pola komunikasi dengan sesamanya yang seharusnya dilakukan dengan
dialog yang santun dan menghargai perbedaan justru dilupakan dan diganti dengan
model pemaksaan kehendak, kekerasan hingga pembunuhan hanya untuk menghilangkan
perbedaan, padahal perbedaan pada hakikatnya adalah indah. Karena tanpa
perbedaan semua hampa.
Seseorang yang berperilaku memaksakan kehendak dengan
cara-cara yang sadis sebenarnya sedang mengalami krisis kepercayaan baik
terhadap diri sendiri atau terhadap kelompok yang diikutinya. Krisis
kepercayaan tersebut muncul karena orang/kelompok tersebut tidak mempunyai
ruang untuk mengaktualisasikan diri/kelomponya secara positif. Untuk menutupi
krisis tersebut, maka orang dan kelompoknya menganggap orang lain yang berbeda
idiologi sebagai musuh yang harus diperangi agar tidak mengganggu
eksistensinya.
Jauh sebelum negara ini berdiri adat dan istiadatlah
yang menjadi undang-undang yang mengatur roda kehidupan manusia dari
peradabannya. Untuk sangatlah bijak bila semua insan hidup beradat dalam
mengalisa dan mengambil kebijakan dalam mengatasi perbedaan dan konflik yang
terjadi ditengah-tengah rakyat, agar tidak ada yang tersakiti.
Sering kali kita mendengar kata “manusiawi”, kata ini
tentu merujuk pada sifat-sifat dasar manusia yang komunikatif, berdialog,
santun, berbudaya luhur dan nilai-nilai baik khas manusia lainnya. Ciri-ciri
manusia yang beradab adalah menyelesaikan masalah dengan cara manusiawi. Jika
seorang manusia menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak manusiawi, seperti
dengan cara kekerasan, pembunuhan, atau cara “hewani”, maka manusia tersebut sebenarnya
sudah merendahkan martabatnya sendiri sebagai manusia dan memilih menyetarakan
martabatnya dengan mahkluk selain manusia.
Pola pikir bahwa perbedaan adalah ancaman terbentuk
tidak dalam waktu singkat, prinsip bahwa hanya keyakinannya adalah yang paling
benar terbentuk secara terus menerus bahkan sejak manusia dalam masa anak-anak.
Keluarga sebagai entitas kelompok paling sederhana dalam masyarakat harus
mengenalkan anggotanya dengan perbedaan-perbedaan di masyarakat. Pluralisme
harus dihargai, hidup dengan keragaman budaya dan agama harus dialami sejak
manusia pada masa anak-anak. Jika keluarga mengalami keterbatasan ruang untuk
mengajarkan kepada anggotanya tentang pluralisme maka entitas kelompok yang
paling strategis dan sistematis sebagai laboratorium pluralisme adalah sekolah.
Sekolah terutama sekolah negeri seharusnya mempunyai
siswa dari banyak kalangan, banyak golongan, dan banyak pemeluk agama. Hal ini
merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menjadikan sekolah sebagai
laboratorium praktis untuk menerapkan paham pluralisme. Dengan adanya orang
lain yang berbeda di lingkungannya, maka siswa akan mudah belajar bagaimana
memahami perbedaan. Peran seorang guru dan terutama lingkungan sekolah sangat
penting untuk menerapkan bagaimana pluralisme dapat diterapkan. Selanjutnya
siswa yang kemudian akan berkembang menjadi masyarakat dapat menerapkannya di
kehidupan secara umum.
Keluarga adalah sekolah yang utama meski bukan formal
dari keluarga seoarang ditanamkan nilai-nilai dan norma,norma susila, adat
istiadat, dan norma agama serta norma hukum. Pada masa kanak-kanaklah seorang
menerima segala hal-hal yang membentuk kepribadiannya kelak dewasa. Keluarga
yang harmonis dan penuh canda tawa tentu akan menjadi kamus dalam menghadapi
masalah.
Saling mengasihilah kamu anatara golongan satu dan
yang lainnya agar terciptanya suasana damai dalam masyarakat. Bila semua kita
saling menerima perbedaan yang ada tentu tidak akan ada ketidakadilan didunia
ini.
Dalam tingkat masyarakat umum kekerasan dapat
direduksi dengan pola solidaritas umat beriman. Kata beriman dalam hal ini
adalah menggambarkan orang yang mempunyai agama dan menimaninya dengan benar.
Selain harus beriman orang harus mempunyai paham bahwa agama yang dianut orang
lain pasti mempunyai nilai yang benar dan suci. Penghargaaan atas nilai
kebenaraan agama lain akan menghasilkan solidaritas, dan akhirnya akan tercipta
kerukunan dan kerja sama yang baik untuk membangun masyarakat.
Adil adalah memberi apa yang menjadi hak bagi yang
berhak menerimanya. Adil juga berarti tidak membeda-bedakan suku, agama, warna
kulit, golongan. Keadilan berarti perbuatan yang mulia memberi apa yang menjadi
haknya.
Dari perspektif keadilan ini dapat kita tarik benang
merah dalam mengalisa, mempelajari, dan menindaklanjuti kebenaran yang menjadi
hakikat keadilan itu sendiri. Dalam mengatasi kekerasan dan diskriminalisasi
yang melanda dunia dan negara bahkan masyarakat kita dwasa ini. Perbedaan dan
pri keadilan hendaknya selalu dikedepankan oleh semua piahak tanpa ada yang rugi dan tersakiti.
Banyak kita lihat orang pribadi, kelompok bahkan massa,
mengekspresikan hal yang menginginkan keadilan terwujud di bumi ibu pertiwi
ini. Hal yang paling baik dilakukan untuk mewujudkan keadilan di mulai dari
hal-hal kecil, mulai dari pribadi sendiri adil barulah adil terhadap orang
lain, lingkingan, masyarakat, negara dan agama.
Solidaritas umat beriman bisa dilakukan dalam banyak
konteks, misalnya dalam konteks dalam satu lingkungan sekolah, dalam lingkungan
kerja ataupun dalam lingkungan kehidupan sehari-hari di masyarakat umum.
Untuk melakukan dan membawa sikap solidaritas umat beriman, sesorang
harus dilatih sejak kecil, mulai dari lingkungan keluarga dengan cara
mengenalkan solidaritas dengan anggota keluarga lain, meningkat di
lingkungan sekeliling rumah, lalu di sekolah. Jika sejak kecil seseorang
dilatih untuk menghargai perbedaan orang lain, maka akan mudah meningkatkan
sikap menghargai menjadi bentuk solidaritas.
Kekerasan dan aksi terorisme secara sistematis harus
dilawan dengan solidaritas umat beriman sejak dini, sejak kecil, sejak dibangku
sekolah dan dimasyarakat dalam entitas terkecil seperti tingkat RT, dusun, Desa
dan sampai negara. Jika ini bisa dilakukan maka aksi kekerasan dan terorisme
tidak akan berdaya melakukan gerakan di dunia khusus di Indonesia.
Umat beriman adalah tingkatan manusia yang mulia, yang
mampu melaksanakan ajaran agamanya, solidaritas umat beriman adalah sikap
saling menghargai dan kerja sama antar umat yang melaksanakan ajaran agamanya.
Jika kita sudah yakin bahwa dalam tiap agama terdapat kebenaran maka kerukunan
antar umat beragama di Indonesia bukan hal yang mustahil melainkan suatu hal
yang indah dan menyenangkan semua insan.
Seharusnya lebih mudah melakukan solidaritas umat
beriman daripada melakukan kekerasan untuk umat lain. Tanamkan dalam diri
pribadi masing-masing kebenaran, moral dan pri keadilan dalam membangun
kemanusiaan yang beriman dan berahlak mulia baik terhadap sesama manusia,
lingkungan dan kepada Tuhan Sang Pencipta.
Oleh : Ambrosius
Tokoh Pemberdayaan
Masyarakat Adat Binua Padakng dan Aktivis CU. Keling Kumang.
Yahoo. ambrosiusjusmin@yahoo.co.id